Ir. Soekarno (ER,
EYD: Sukarno, nama lahir:
Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya,
Jawa Timur,
6 Juni
1901 – meninggal
di Jakarta,
21 Juni
1970 pada umur 69 tahun)
adalah Presiden Indonesia
pertama yang menjabat pada periode 1945–1966. Ia memainkan peranan penting untuk
memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Soekarno adalah penggali
Pancasila karena ia yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai dasar negara Indonesia itu dan
ia sendiri yang menamainya Pancasila. Ia
adalah Proklamator
Kemerdekaan Indonesia
(bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang
kontroversial, yang isinya - berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar
Angkatan darat - menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar
menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk
membubarkan Partai Komunis
Indonesia (PKI) dan
mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggung
jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang
umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya
sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan mengangkat
Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh
orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun
namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari
seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan
"su" memiliki arti "baik".
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I.,
ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena
menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda).
Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan
tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno
adalah Bung Karno.
Soekarno dilahirkan dengan
seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan
ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang
merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai
merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan
Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah
memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika
kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto,
mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya
memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.
Kemudian pada Juni 1911 Soekarno
dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya
diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno
telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS. di
Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang
kawan bapaknya yang bernama
H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan
memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya,
Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin
Sarekat Islam,
organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti
Alimin,
Musso,
Dharsono,
Haji Agus
Salim, dan
Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam
kegiatan organisasi pemuda
Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai
organisasi dari
Budi Utomo.
Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda
Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan
Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge
School (sekarang ITB) di Bandung dengan
mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1925. Saat di
Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National
Indische Partij.
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan
hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo.
Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional
Indonesia yang didirikan
pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan
Desember 1929 dan dipenjara di Penjara Banceuy,
pada tahun 1930 dipindahkan ke Sukamiskin dan memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia
Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung
dengan Partai Indonesia
(Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada
bulan Agustus 1933,
dan diasingkan ke Flores.
Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya
tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan
Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat
tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan"
keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan
tokohnya Shimizu dan Mr.
Syamsuddin yang kurang
begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus
memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk
menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh
seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan
terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan
pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada
pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis
yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks
proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama
dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan
sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila,
UUD 1945
dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi
Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri
Jepang Hideki Tojo
mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes
Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito.
Bahkan kaisar memberikan Bintang
kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan
Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu
berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang
sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di
Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia
adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat
Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam
kasus romusha.
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang
(resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang
menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI,
Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah
Peristiwa
Rengasdengklok pada tanggal
16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah
Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman
kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum
tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu
kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah
Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni
dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan,
bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama
kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada
tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945
pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal
19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan
darah peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan
pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison,
Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto
setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga
berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang
dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang
membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu
itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari
Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara
lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden
selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive).
Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double
executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir
sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya
maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945
tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap
negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan,
kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang
menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah
pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin
Prawiranegara, tetapi
pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui
bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya
kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan
sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden
Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana
menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang
kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh
rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17
Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden
Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan
Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden
Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan
pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan
rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh
bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung"
membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan
menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut
turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada
jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober
1952 dan Peristiwa di
kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia
Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum
merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan
presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi
Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota
Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang
ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan
munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan
dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama
Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia
Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh
kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik
berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah,
yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula,
banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila
ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia
internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan
pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald
Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
Situasi politik Indonesia menjadi
tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh
dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku
sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI
dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian massa
dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia)
dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia)
melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu
isinya meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan
pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membuabarkan
PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah
Sebelas Maret yang
ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada
Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan
keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah
diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian
MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang
pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto
sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden
berhalangan.
Soekarno kemudian membawakan
pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang
Umum ke-IV MPRS.
Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni
1966. MPRS kemudian
meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato "Pelengkap
Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari
1967 namun kemudian
ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno
menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi
kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun
mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi
dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya,
ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah
menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K.
Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal
kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan
tradisional. Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada
hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan
dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat
dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama kemudian
dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar
Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Komunike medis tersebut
menyatakan hal sebagai berikut:
- Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni
1970
jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran
berangsur-angsur menurun.
- Tanggal 21 Juni 1970
jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada
jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
- Tim dokter secara
terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat
meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun
pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota Blitar, Jawa Timur,
sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres
RI No. 44 tahun 1970.
Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan
keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya. Upacara pemakaman Soekarno
dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara.
Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.
Dalam rangka memperingati 100
tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001,
maka Kantor Filateli
Jakarta
menerbitkan perangko
"100 Tahun Bung Karno".Perangko yang diterbitkan merupakan empat buah
perangko berlatarbelakang bendera Merah Putih
serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden
Republik Indonesia. Perangko pertama
memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah
menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di
perguruan tinggi tahun 1920an terpampang di atasnya. Sementara itu, perangko
yang ketiga memiliki nominal Rp. 900 serta menunjukkan foto Soekarno saat
proklamasi kemerdekaan RI. Perangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno
ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp. 1000. Keempat perangko tersebut
dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum
Peruri. Selain perangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima
macam kemasan perangko, album koleksi perangko, empat jenis kartu pos, dua
macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.
Perangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Perangko
tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan
peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah gelanggang olahraga
pada tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno,
didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian Games
IV tahun 1962
di Jakarta.
Pada masa Orde Baru, komplek
olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang
Olahraga Bung Karno. Hal
ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas
nama Soekarno. Dua di antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan
Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide
untuk membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan Bung Karno.
Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati
Soekarnoputri, anak
ketiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin
Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung
Karno yang secara resmi
meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building kepada
mahasiswa-mahasiswanya.
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan
melestarikan benda-benda seni maupun non-seni kepunyaan Soekarno yang tersebar
di berbagai daerah di Indonesia. Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan
putra-putri Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati
Soekarnoputri, Rachmawati
Soekarnoputri, Sukmawati
Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra
dan Kartika Sari
Dewi Soekarno. Pada tahun
2003, Yayasan Bung
Karno membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta. Di stan tersebut ditampilkan video
pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang disampaikan di
Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden.
Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cinderamata Soekarno dijual di
stan tersebut. Diantaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno serta kartu pos
Soekarno.
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda
warisan Soekarno. Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan
Udara Sedang. Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai
warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor. Benda-benda
tersebut antara lain adalah sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang
terdaftar dalam register emas JM London, emas putih
dengan cap tapal kuda JM Mathey London serta plakat logam berwarna
kuning dengan tulisan ejaan lama berupa deposito hibah. Selain
itu terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan Yugoslavia serta
sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank
Netherland. Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun
belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas tersebut.
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri. Perguruan tinggi dalam
negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara lain adalah Universitas
Gajah Mada, Universitas Indonesia, Institut
Teknologi Bandung, Universitas
Padjadjaran, Universitas
Hasanuddin dan Institut Agama Islam Negeri Jakarta. Sementara itu, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan Al-Azhar University (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno
dengan gelar Doktor Honoris Causa.
Pada bulan April 2005, Soekarno yang
sudah meninggal selama 104 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah penghargaan
bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang
diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi
emas. Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah
mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara
maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan
membebaskan diri dari apartheid. Acara penyerahan penghargaan tersebut
dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan
dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima
penghargaan.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno